Translate

Sunday, November 15, 2015

ARHDM: MENELUSURI INTELIGENSI PENGOLAH HIDROKARBON (PART III)

ARHDM: MENELUSURI INTELIGENSI PENGOLAH HIDROKARBON (PART III)

  Setelah mengetahui proses pertama dalam refinery dalam artikel part I dan part II, selanjutnya kita akan memasuki pembahasan berikutnya yaitu Atmospheric Residue Hydrodemetallization atau ARHDM. 

   Sekilas dari penamaannya, kita sudah dapat menduga bahwa proses ini adalah untuk menghilangkan kandungan logam dari hasil produksi proses sebelumnya. Dengan menghilangkan kadar logam dalam produk, maka akan didapatkan hasil akhir dengan kualitas yang lebih baik. Bagaimana proses di ARHDM? Apa saja peralatannya? Apa dan bagaimana produk yang dihasilkan? Simak yang berikut ini.

    Pada kesempatan yang lalu, pembahasan bagian I dan bagian II, kita sudah mempelajari bagaimana CDU menjalankan distilasi bertingkat pada crude oil. Nah, pada kesempatan ini sisa hasil CDU (residu) akan diumpankan pada unit Atmospheric Residue Hydrodemetallization (ARHDM) untuk diolah lebih lanjut. Dan, hasil pengolahan ARHDM ini juga akan diumpankan ke proses berikutnya yaitu Residu Catalytic Cracker (RCC) seperti gambar di bawah.


Refinery Flow Chart
Refinery Flow Chart

     Baiklah, kita bisa mulai lagi perjalanannya. Unit ARHDM mengolah atmospheric residue (AR) dari proses CDU. Tujuan utama dari ARHDM adalah untuk mengurangi kandungan logam dalam AR misalnya Nikel (Ni), Vanadium (V), carbon residue (MCR), senyawa nitrogen dan senyawa sulfur. Pengolahan ARHDM akan menghasilkan Demetallized Atmospheric Residue (DMAR) dengan kandungan pengotor yang lebih kecil sehingga memenuhi spesifikasi sebagai umpan RCC. Proses ini melibatkan katalis dan hidrogen dalam keadaan ruang bertekanan tinggi.


Flowchart ARHDM
Flowchart ARHDM

     Tingginya kandungan metal akan meracuni katalis di RCC dan bila kadar MCR dalam bahan itu tinggi akan meningkatkan beban panas regenerator unit RCC. Spesifikasi produk yang diharapkan adalah seperti tabel di bawah ini.


Tabel Impurities pada Produk ARHDM
Tabel Impurities pada Produk ARHDM

     Ada 5 (lima) seksi yang berperan dalam proses ARHDM, antara lain:

1. Seksi Feed
    
    Dalam seksi ini, bahan AR mengalami proses pemanasan awal dan penyaringan sebelum dialirkan ke Feed Surge Drum. Dua feed (bahan) didapat dari keluaran residu CDU atau disebut hot AR dan salah satunya didapat dari tanki atau disebut cold AR. Kedua bahan ini setelah tercampur akan memasuki fase pre-heating kemudian di pompa ke dalam filter untuk memisahkan kontaminan padat. Filter yang digunakan berukuran 25 mikron. Penyaringan partikel padat ini dilakukan untuk mencegah penyumbatan pada katalis reaktor.

AR Feed Filter
AR Feed Filter

   Feed yang telah melalui proses penyaringan akan diteruskan ke filtered feed surge drum yang nantinya akan dipompa masuk ke dalam furnace.
   
    Furnace  atau lebih mudah disebut sebagai dapur pembakaran. Peralatan ini digunakan untuk memanaskan fluida dan diaplikasikan di berbagai industri terutama petrochemical dan refinery. Furnace didesain menggunakan dinding plat baja yang dilapisi material tahan api. Panas yang dibangkitkan di dalam combution chamber diteruskan ke tubing dengan rambatan panas secara konveksi dan radiasi. Feed atau AR mengalir dalam tubing yang berada di dalam furnace sehingga bisa disebut sebagai pemanasan tidak langsung. Panas yang dibangkitkan di combution chamber sangat bervariasi bergantung kebutuhan proses. Namun, untuk proses ini panas dibangkitkan hingga 500oC.



Furnace Unit ARHDM
Furnace Unit ARHDM


Bagan furnace
Bagan furnace

     Gambar-gambar di bawah akan menunjukkan kepada kita bagian penting dari furnace.


Furnace Gas Burner
Furnace Gas Burner

Furnace Tubing
Furnace Tubing


2. Seksi Reaksi

    Feed dari furnace akan dipompa masuk ke dalam reaktor. Di dalam reaktor ini terjadi reaksi ekstotermis yang melibatkan injeksi H2. Reaksi eksotermis adalah reaksi yang disertai perpindahan kalor dari sistem ke lingkungannya atau, dengan lebih sederhana, terdapat kalor yang dilepaskan ke lingkungan. Ciri reaksi eksotermis adalah terjadi kenaikan temperatur pada lingkungan di sekitar sistem.

    Hidrogen, pada reaksi ini, diinjeksikan ke dalam reaktor dengan tujuan mengurangi carbon residue (MCR), sebagai metal separator dan sebagai temperature control bila temperatur reaktor melonjak (akibat reaksi eksotermis). Sebelum masuk ke dalam reaktor, feed diinjeksi cold quench recycle gas yang didapat dari cold high pressure separator (CHPS). Fungsi gas ini adalah untuk membantu mengatur suhu dan laju reaksi (menghindari terjadinya run away reaction). Produk yang disebut effluent akan diumpankan ke seksi berikutnya yaitu seksi pendinginan dan pemisahan produk reaktor.


Reaktor ARHDM
Reaktor ARHDM

     Pompa-pompa yang digunakan di proses ini menggunakan pompa sentrifugal multistage. Pompa ini digunakan untuk menaikkan tekanan feed dari 4 kg/cm2 menjadi 198 kg/cm2 sebelum diumpankan ke dalam reaktor.

Pompa feed ARHDM
Pompa feed ARHDM
 
Pompa feed ARHDM
Pompa feed ARHDM





Bagan Seksi Feed dan Reaksi
Bagan Seksi Feed dan Reaksi
   
3. Seksi Pendinginan dan Pemisahan Produk Reaktor

    Effluent hasil seksi reaksi akan didinginkan pertama kali didinginkan pada feed exchanger dengan memanfaatkan temperatur combined feed reactor sebagai fluida pendingin. Setelah mengalami proses pendinginan, effluent diumpankan ke Hot High Pressure Separator (HHPS). 


   Fungsi dari HHPS adalah untuk mengambil residu minyak dari effluent karena AR yang mengandung endapan aluminium dapat menyumbat exchanger di vapour cooling train. Liquid panas yang keluar dari HHPS akan diteruskan ke Hot Low Pressure Separator (HLPS), dan feed dari HHPS yang sudah berbentuk uap (banyak mengandung H2, NH3, H2S dan gas hidrokarbon) dialirkan ke Cold High Pressure Separator (CHPS) setelah mengalami pendinginan oleh heat exchanger  dan fin fan.



Heat Exchanger ARHDM
Heat Exchanger ARHDM

     Air yang berhasil dipisahkan pada proses CHPS akan dibuang ke Sour Water Stripper (SWS), sedangkan minyak yang berhasil dipisahkan akan dialirkan ke Cold Low Pressure Separator (CLPS). Sedangkan sour gas (gas keluaran atas) dialrikan ke gas fuel treating dan feed yang masih berbentuk liquid akan dialirkan ke Atmospheric Fractionator setelah mengalami pemanasan di heat exchanger.




 

Bagan Seksi Pemisahan Produk
Bagan Seksi Pemisahan Produk

    Liquid yang berada di HLPS akan dipanaskan kembali sehingga terpisah antara fraksi gas dan liquid-nya. Fraksi uap atau gas yang sudah berhasil dipisahkan akan diumpankan ke CLPS dan fraksi liquid akan diumpankan ke Atmospheric Fractionator.

    
4. Seksi Gas Recycle

    Fraksi gas yang berasal dari CHPS kaya akan kandungan hidrogen. Sebagian dari gas ini akan masuk ke dalam Recycle Gas Compressor dan Hydrogen Recovery Unit (HRU). HRU ini merupakan membran yang berfungsi untuk memurnikan hidrogen agar dapat digunakan kembali dalam reaktor dan sebagai media quenching.
   
Vacuum Compressor unit ARHDM
Vacuum Compressor unit ARHDM


Gas Treating Section
Gas Treating Section

     Sebelum gas masuk ke dalam HRU, gas akan melalui scrubber untuk mengurangi  kandungan amonia hingga di bawah 30 ppm. Scrubber adalah pencucian gas menggunakan bahan dasar air sehingga gas akan terbebas dari amonia karena amonia larut dalam air.

5. Seksi Fraksinasi

    Ada 2 (dua) bahan yang akan diolah dalam satu kolom fraksinasi secara bersamaan. Bahan-bahan tersebut adalah Hot Heavy Oil dari HLPS dan Cold Heavy Oil dari CLPS. Keduanya diproses dalam satu kolom yang dinamakan Atmospheric Fractionator. Atmospheric Fractionator memiliki dua seksi yaitu seksi atap (Top) dan seksi bawah (Bottom). Seksi Atap memiliki 32 tray dengan diameter 3,2 meter dan seksi Bawah memiliki 15 tray dengan diameter 3,66 meter. Jarak antar tray pada kedua seksi dalam kolom adalah 610 mm.




Fractionator Colomn ARHDM
Fractionator Colomn ARHDM
  

Seksi Fraksinasi
Seksi Fraksinasi
  Fraksi minyak yang berasal dari HLPS dan CLPS di fraksinasi di dalam kolom Atmospheric Fractionator yang dibantu dengan superheated steam. Hot Heavy Oil dari HLPS diumpankan dari seksi bawah kolom fraksinasi sedangkan Cold Heavy Oil dari CLPS diumpankan ke seksi atas tepat di atas flash zone (ingat proses di dalam CDU pada artikel sebelumnya).

A. Proses Mendapatkan Naphta

     Proses fraksinasi pertama yang akan dibahas adalah bagaimana mendapatkan Naphta dari kedua bahan yang disediakan. Setelah kedua bahan tersebut memasuki kolom fraksinasi, dan mengalami distilasi bertingkat seperti halnya proses pada CDU maka akan dihasilkan overhead product. Mirip dengan proses pada CDU, kolom fraksinasi ini juga dilengkapi dengan sistem refluxing untuk memaksimalkan pemisahan fraksi-fraksi minyaknya. 

    Overhead product ini selanjutnya akan dikondensasi oleh fin fan dan ditampung di dalam overhead accumulator. Produk accumulator ini sebagian akan di-uap-kan dan sebagian bentuk liquid-nya akan menjadi bahan pencampur pada proses selanjutnya. Uap dari accumulator akan dikompresi oleh first stage compressor dan hasil keluarannya akan didinginkan menjadi kondensat oleh interstage cooler. Product yang sudah lebih dingin ini akan ditampung oleh Interstage KO Drum.

    Proses berlanjut dengan mengkompresi produk uap dari interstage drum oleh compressor pada second stage-nya. Produk hasil kompresi kedua ini akan dicampur dengan liquid yang dari overhead accumulator yang masih berupa unstabillized naphta. Hasil campuran ini juga melalui proses pendinginan sebelum memasuki fase proses selanjutnya yaitu Sour Gas Separator (SGS).

    Di dalam SGS terjadi pemisahan antara unstabillized naphta, sour water, dan off gas. Unstabillized naphta dipanaskan oleh produk stabillized naptha kemudian dialirkan menuju Naphta Stabillizer dan dipisahkan dari off gas. Off gas akan dialirkan menuju Fuel Gas Treating. Sedangkan naphta akan menjalani proses pendinginan sebelum dipompa ke tangki penampungan.

B. Proses Mendapatkan Kerosene

    Side Stream Product dari fraksionator berupa kerosene diambil dari tray  di bawah seksi atap kemudian diproses di kerosene stricut stripper. Bottom product kerosene ini dibagi menjadi dua aliran. Yang pertama adalah menuju tangki penampungan kerosene. Yang kedua adalah kerosene dipanaskan kembali oleh boiler dan dipompa masuk kembali ke kolom stripper sebagai reboiling. Overhead product dari kolom ini juga akan diumpanbalikkan ke kolom fraksinator sebagai reflux.

C. Proses Mendapatkan Gas Oil

     Produk gas oil diambil dari atas bagian seksi bawah fraksionator dan diumpankan ke dalam gas oil stripper. Proses stripping ini dibantu oleh superheated steam. Bottom Product ini dipompa keluar dari kolom dan didinginkan menggunakan fin fan. Sebagian dipompa menuju tangki penampungan, sebagain lagi menuju proses Gas Oil Hydrotreater. Sedangkan overhead producti kolom ini akan diumpanbalikkan ke kolom fraksionator sebagai reflux.

D. Proses Mendapatkan DMAR

    DMAR sudah didapatkan dari bottom product fraksionator. Produk ini dipompa menjadi dua aliran. Sebagian besar digunakan untuk memanaskan feed fractinator dan memanaskan AR yang akan masuk ke dalam feed filter. Sisanya digunakan untuk memanaskan kerosene stripper reboiler. Pada akhirnya, kedua aliran ini akan dicampur kembali, sebagian menuju tangki penampungan dan sebagian akan diumpankan ke proses berikutnya yaitu Residu Catalytic Cracker (RCC).

E. Chemical Addition

    Unit ARHDM memerlukan tambahan kimia untuk membantu operasionalnya. Biasanya bahan kimia yang digunakan adalah corrosion inhibitor. Bahan-bahan kimia tersebut antara lain:

1. Kurilex L-log

    Bahan ini merupakan corrotion inhibitor yang banyak digunakan untuk Temperature Cooling Water (TCW).

2. Sodium Polisulfide Solution

    Bahan kimia ini lebih dikenal dengan nama polisulfide dan mempunyai rumus molekul Na2Sx. Polisulfide merupakan bahan kimia berbentuk cairan kuning kecoklatan dengan bau mirip sulfida dan memiliki titik didih 104oC. Bahan ini merupakan bahan kimia produksi Chevron yang memiliki sifat larut dalam air dan tidak larut dalam hidrokarbon. Bahan ini berfungsi untuk melapisi pipa agar tidak terjadi fouling pada fluida dan untuk mencegah korosi.

3. Dimethyl Disulfide

    Biasa disingkat DMDS, merupakan cairan berwarna kuning pucat dengan bau seperti telur busuk. DMDS memiliki rantai H3C-S2-CH3. DMDS memiliki sifat larut dalam alkohol ringan seperti eter atau aliphatic hydrocarbon. Larutan ini  memiliki titik didih 109,60C dan berfungsi untuk mengaktifkan katalis baru.

4. Unicor LHS

    Bahan kimia ini merupakan corrotion inhibitor berbentuk cairan kuning sawo matang.

F. Produk Akhir ARHDM

    Ada 5 jenis produk ARHDM yaitu C1-C4, Naphta, Kerosene, Gas Oil, dan Demetallized Atmospheric Residue (DMAR). Produk-produk ini akan diolah ke unit produksi selanjutnya atau dapat dijadikan sebagai blend produk lainnya.

   Sekian lanjutan perjalanan menelusuri refinery hidrokarbon di Unit ARHDM. Sekali lagi, semua konten dalam artikel ini mungkin melewatkan beberapa hal detil. Namun, semoga tetap memberi manfaat dan pengetahuan. :)

Related Article:
 

Kilang-Kilang Minyak Milik Pertamina

WOW, SEPULUH KILANG MINYAK TERBESAR DI DUNIA!

Tuesday, November 10, 2015

BUKAN CUMA BANGUNAN YANG DISEMEN, SUMUR MINYAK JUGA DISEMEN!

BUKAN CUMA BANGUNAN YANG DISEMEN, SUMUR MINYAK JUGA DISEMEN!

Ya! Sumur minyak juga perlu disemen. Pakai semen bangunan? Bukan. Tapi semen yang memang secara khusus didesain untuk aktifitas pengeboran. Bukan hanya semen, tapi bermacam pipa juga ditanam sebelum akhirnya semen diaplikasikan. 

Sama seperti fungsi semen pada umumnya, semen yang digunakan pada pengeboran migas juga berfungsi untuk menguatkan formasi dan melindungi sumur dari kontaminasi.

     Pada artikel INILAH PROSES PENGEBORAN MINYAK DAN GAS BUMI!, sudah dijelaskan secara umum bagaimana pipa terutama casing pipe diaplikasikan dan semen ditambahkan untuk menguatkannya. Artikel ini akan membahas secara khusus mengenai perpipaan dan semen yang diaplikasikan pada proses pengeboran.
Well Cementing Plan
Well Cementing Plan
    Dalam operasi pengeboran minyak dan gas bumi, pembuatan sumur dilakukan bertahap sesuai dengan trayek yang telah dibuat. Trayek-trayek ini dibuat berdasarkan kondisi-kondisi formasi yang akan dilalui oleh operasi pengeboran tersebut. Setelah operasi pengeboran telah mencapai target kedalaman tertentu sesuai trayek yang dibuat, maka tahap selanutnya adalah memasang casing dan menyemennya. Hal ini dilakukan agar dinding sumur tidak gugur dan melindungi lubang sumur dari masalah yang ada.


Well Completion Design
Well Completion Design

1. Casing
    Terbuat dari pipa baja yang dirancang secara khusus untuk digunakan dalam sumur minya, gas, dan panas bumi. Dibuat dengan sangat spesifik menurut fungsinya agar tidak mengalami deformasi dan berfungsi dengan baik saat digunakan. Pada umumnya jenis-jenis casing yang dipakai antara lain:

a. Conductor casing
   Casing ini merupakan yang pertama kali dipasang pada proses pengeboran. Ukuran casing ini dalam rentang 16"-30". Cara pemasangan casing ini disesuaikan dengan kepadatan formasi permukaan. Bila formasinya kompak dan keras maka pemasangan casing ini perlu dibantu denganbor. Bila lunak, cukup hanya dengan ditumbuk. 
    
     Pemasangan casing ini hingga mencapai kedalaman 40-1500 kaki, lalu disemen hingga ke permukaan dengan semen standar API (American Petroleum Institute) kelas A, C, G, atau H. Fungsi dari conductor casing ini antara lain:
   1. Mencegah pondasi rig runtuh
   2. Recycling return (diverter system)
   3. Vertical Pilot
   4. Structural Support untuk Blow Out Preventer (BOP) dan wellhead.

Conductor Casing
Conductor Casing
 

Instalasi Conductor Casing
Instalasi Conductor Casing

b. Surface casing
     Casing ini dipasang setelah conductor casing ditanam. Pipa ini memiliki rentang ukuran antara 7"-20" dan dapat ditanam hingga 4500 kaki. Casing ini memiliki beberapa fungsi yaitu:
      1. Memperpanjang integritas hidrolika
      2. Melindungi lapisan fresh water, tekanan lubang sumur dan erosi hidrolika.
      3. Mengatasi masalah pengeboran seperti lost circulation

 
Surface Casing
Surface Casing

Surface Casing Installation
Surface Casing Installation


c. Intermediate casing
    Berikutnya yang dipasang setelah surface casing adalah intermediate casing. Ukuran casing ini antara 5"-13 3/8". Casing ini disemen hingga kedalaman tertentu menggunakan semen API kelas A, C, G, atau H dengan bentonite. Bagian ujung bawah casing ini disemen menggunakan high strength cement. Fungsi dari semen ini antara lain:
    
    1. Memberi kemampuan mengontrol sumur
    2. Melindungi dari tinggi atau rendahnya tekanan lubang sumur yang berasal dari fluida yang tidak diinginkan.
    3. Mengisolasi zona produksi
    4. Mengatasi masalah pengeboran seperti lost circulation, differential sticking

Intermediate Casing
 

Intermediate casing Installation
Intermediate casing Installation
d. Production casing
    Casing ini memiliki ukuran diameter antara 2 3/8"-9 5/8" ditanam hingga kedalaman zona produksi. Casing ini didesain untuk mengisolasi tekanan formasi. Proses penyemenannya pun, menutup zona produksi hingga minimal 100 kaki di atas lapisan zona produksi. Semen pada bagian bawah menggunakan high strength cement.

e. Liner casing
    Liner dibedakan menjadi dua tipe yaitu drilling liner dan production liner.
    1. Drilling liner 
        Memiliki ukuran pipa antara 5"-11 3/4" dan biasanya disemen hingga ke liner hanger. Drilling liner memiliki fungsi antara lain:
         a. Memberi kemampuan mengontrol sumur
         b. Melindungi sumur dari fluida yang tidak diinginkan
         c. Mengisolasi zona produksi
         d. Mengatasi lost circulation 

     2. Production liner
      Memiliki ukuran pipa antara 5"-9 5/8" dan disemen hingga kedalaman tertentu. Liner ini mempunyai fungsi antara alin:
         a. Memberi kemampuan mengontrol sumur
         b. Memberi kestabilan ruang bor
         c. Mengisolasi zona produksi


Well Completion Design
Well Completion Design

 
Drilling dan Production Liner
Drilling dan Production Liner


 2. Cementing
     Pada umumnya operasi penyemenan bertujuan untuk:
     a. Sebagai penghambat dari perpindahan fluida di antara permeable zones.
     b. Syarat utama pendukung casing
     c. Melindungi casing dari korosi 
     d. Menjaga dinding sumur dari kemungkinan untuk runtuh.

    Menurut tujuannya, cementing dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
    
    1. Primary Cementing

     Primary cementingi adalah proses penyemenan yang pertama kali dilakukan setelah casing diturunkan ke dalam sumur bor. Proses penyemenan jenis ini fungsi dan tujuannya bergantung pada casing yang akan disemen.  

     Penyemenan conductor casing bertujuan untuk mencegah kontaminasi dari fluida pemboran (lumpur pengeboran/mud) dengan formasi.

      Penyemenan surface casing bertujuan untuk melindungi air tanah agar tidak tercemar oleh drilling liquid (mud), memperkuat surface casing sebagai tempat dipasangnya blow out preventer (BOP), menahan beban casing yang ada di bawahnya, dan untuk mencegah rembesan drilling liquid atau fluida formasi yang melalui surface casing.

        Penyemenan intermediate casing ditujukan untuk menutup tekanan formasi yang abnormal dan untuk mengisolasi daerah lost circulation.

       Penyemenan production casing mempunyai tujuan untuk mencegah terjadinya aliran antar formasi atau aliran fluida formasi yang tidak diinginkan yang akan memasuki sumur. Selain itu untuk mengisolasi zona produktif yang akan diproduksi (perforated completion). Mencegah terjadinya korosi akibat zat korosif juga termasuk tujuan penyemenan di zona ini.
 

    2. Secondary / Remedial Cementing
        Secondary atau remedial cementing merupakan penyemenan ulang setelah primary cementing yang bertujuan untuk menyempurnakan atau memperbaiki proses penyemenan sebelumnya. Setelah setiap segmen dari proses penyemenan selesai, maka akan dilakukan Cement Bond Logging (CBL) atau pengambilan data kekuatan ikatan semen dan Variable Density Logging (VBL) atau data densitas dari semen tersebut. 

        Apabila data yang disajikan oleh kedua metode tersebut menunjukkan hasil yang kurang baik, maka perlu dilakukan perbaikan atau penyemenan ulang. Operasi penyemenan ulang (secondary cementing) antara lain squeeze cementing dan re-cementing. Squeeze cementing dilakukan selama proses pengeboran berlangsung, waktu kompresi maupun workover. Squeeze cementing ini memiliki tujuan yaitu:

       - Mengurangi water oil ratio, water gas ratio, atau gas oil ratio
       - Menutup formasi yang sudah tidak lagi produktif
       - Menutup zona yang lost circulation
       - Memperbaiki kebocoran yang terjadi di casing

       Sedangkan re-cementing dilakukan untuk menyempurnakan primary cementing yang gagal dan untuk memperluas perlindungan casing di atas top semen.

3. Klasifikasi Semen
    American Petroleum Institute (API) telah menetapkan pengklasifikasian semen ke dalam beberapa kelas untuk mempermudah pemilihan dan penggolongan semen yang akan digunakan. Pengklasifikasian ini berdasarkan kondisi sumur dan sifat semen yang akan disesuaikan dengan kondisi sumur tersebut. Kondisi yang dimaksud adalah kedalaman sumur, temperatur, tekanan, dan kandungan yang terdapat pada fluida formasi. 


   Terdapat 9 (sembilan) klasifikasi semen yang disusun oleh API, antara lain:

   1. Class A
       - Menjangkau kedalaman permukaan kurang dari 6000 kaki (1830 m)
       - Tidak ada bahan baku tambahan
       - Setara dengan ASTM C150, Type I

   2. Class B
       - Menjangkau kedalaman permukaan kurang dari 6000 kaki (1830 m)
       - Ketahanan terhadap sulfat dari level menengah hingga tinggi
       - Setara dengan ASTM C150, Type II

   3. Class C
       - Menjangkau kedalaman permukaan kurang dari 6000 kaki (1830 m)
       - Ketahanan terhadap sulfat dari level menengah hingga tinggi
       - Setara dengan ASTM C150, Type III
       - Kekuatan awal yang tinggi

   4. Class D
       - Menjangkau kedalaman permukaan antara 6000-10000 kaki (1830-3050 m)
       - Ketahanan terhadap sulfat dari level menengah hingga tinggi
       - Ketahanan terhadap suhu dan tekanan dari level menengah hingga tinggi

   5. Class E
       - Menjangkau kedalaman permukaan antara 10000-14000 kaki (3050-4270 m)
       - Ketahanan terhadap sulfat dari level menengah hingga tinggi
       - Ketahanan terhadap suhu dan tekanan tinggi
 
   6. Class F
       - Menjangkau kedalaman permukaan antara 10000-16000 kaki (3050-4880 m)
       - Ketahanan terhadap sulfat dari level menengah hingga tinggi
       - Ketahanan terhadap suhu dan tekanan ekstrem

   7. Class G
       - Menjangkau kedalaman permukaan kurang dari 8000 kaki (2440 m)
       - Digunakan sebagai semen dasar, tekstur lembut
       - Dapat digunakan bersama akselerator dan retarder untuk spesifikasi lainnya
       - Ketahanan terhadap sulfat dari level menengah hingga tinggi
       - Tanpa bahan tambahan lain kecuali kalsium sulfat atau air

   8. Class H
       - Menjangkau kedalaman permukaan kurang dari 8000 kaki (2440 m)
       - Digunakan sebagai semen dasar, tekstur kasar
       - Dapat digunakan bersama akselerator dan retarder untuk spesifikasi lainnya
       - Ketahanan terhadap sulfat dari level menengah hingga tinggi
       - Tanpa bahan tambahan lain kecuali kalsium sulfat atau air

   9. Class J
       - Menjangkau kedalaman permukaan antara 10000-16000 kaki (3050-4880 m)
       - Ketahanan terhadap sulfat dari level menengah hingga tinggi
       - Ketahanan terhadap suhu dan tekanan ekstrem
       - Dapat digunakan bersama akselerator dan retarder untuk spesifikasi lainnya
       - Tanpa bahan tambahan lain kecuali kalsium sulfat atau air

   Berikut adalah tabel keterangan mengenai karakteristik semen yang digunakan dalam proses pengeboran minyak dan gas bumi.


Cement Classification and Characteristic Tabulation
Cement Classification and Characteristic Tabulation

         Sedikit dari banyak hal tentang casing dan cementing yang dapat dibagikan dalam artikel ini. Ikuti terus blog ini untuk lebih banyak detil tentang energi terbarukan, minyak dan gas bumi, dan teknologinya. Semoga bermanfaat :)

Related Article:

TANPA LUMPUR INI, PENGEBORAN MIGAS TIDAK MUNGKIN BERHASIL

INILAH PROSES PENGEBORAN MINYAK DAN GAS BUMI!

REFINERY: MENELUSURI INTELIGENSI PENGOLAH HIDROKARBON (PART I)

TANPA LUMPUR INI, PENGEBORAN MIGAS TIDAK MUNGKIN BERHASIL

TANPA LUMPUR INI, PENGEBORAN MIGAS TIDAK MUNGKIN BERHASIL

 

Bila kita mengebor sumur pasti akan ada banyak lumpur yang kita ambil dari dalam. Ya, lumpur tersebut kita keluarkan dan buang supaya kita bisa menggali lebih dalam lagi. Tapi, benarkah semua lumpur harus dibuang? Pernahkah mengetahui bahwa lumpur justru digunakan untuk membantu pengeboran?

 

Dalam pengeboran minyak dan gas bumi, kita membicarakan mengenai lubang sumur yang sangat dalam, lapisan batuan yang keras, tekanan batuan yang besar, dan tentu saja kalau kita melihat kedalaman sumur, kita akan mengumpulkan sejumlah besar serpihan batuan hasil pengeboran. Lalu, apa hubungannya dengan lumpur? Kenapa artikel ini lumpur justru seperti mengambil bagian penting dalam pengeboran minyak dan gas bumi? Berikut ulasannya.

 

    Bila kita sudah membaca artikel INILAH PROSES PENGEBORAN MINYAK DAN GAS BUMI!, kita akan melihat sekilas kegunaan lumpur atau mud dalam proses pengeboran. Baiklah, akan disampaikan kembali dalam artikel ini.


Offshore Rig
Offshore Rig
   
     Awalnya, saat proses pengeboran baru mencapai kedalaman beberapa ratus meter, untuk membuang serpihan-serpihan material dari dalam sumur, air atau air laut diinjeksikan dari atas rig melalui drilling pipe dan disemburkan oleh nozzle di dalam drill bit. Semburan air ini akan mendorong naik serpihan-serpihan dan keluar dari lubang sumur. Kenapa serpihan perlu dikeluarkan dari dalam sumur? Karena, bila serpihan-serpihan ini tidak dikeluarkan maka akan membuat drill bit bekerja semakin berat karena tumpukan serpihan di dasar sumur akan semakin banyak. Ini akan membuat suhu drill bit naik tajam karena gesekan dengan serpihan tersebut, drill bit juga semakin cepat aus. Dan bukan tidak mungkin drill bit akan stuck bila serpihan semakin banyak terakumulasi di dalam sumur.


Oil Based Mud
Oil Based Mud

      Menggunakan air untuk mendorong serpihan tersebut tidak akan lagi efektif bila kedalaman sudah lebih dari itu. Maka, setelah memasang blow out preventer (BOP) di atas conductor pipe, rising pipe di-instal dari atas BOP terhubung ke rig yang ada di permukaan. Rising pipe yang akan menjadi jalan untuk proses memasukkan drill bit, casing, semen, dan juga lumpur atau mud beserta serpihan material dari dalam sumur. Alasan kenapa menggunakan mud adalah:

1. Mud memiliki viskositas yang lebih besar daripada air. Artinya, mud jauh lebih mudah dan mampu lebih banyak mengangkat serpihan sedimen keluar dari lubang pengeboran. 


Perbandingan sea water dan drilling mud
Perbandingan sea water dan drilling mud


2. Mud memiliki densitas lebih besar dari air sehingga mampu memberikan tekanan balik pada dinding sumur. Ketika pengeboran semakin jauh ke dalam lapisan batuan, tekanan dari dinding-dinding lubang bor akan semakin besar. Bila air (densitas rendah) yang disemprotkan ke dalam lubang bor, maka lama kelamaan air tidak akan sanggup menahan tekanan dari dinding-dinding sumur. Dinding sumur bisa runtuh dan drill bit akan tertahan.



Drill bit tertahan serpihan sedimen pengeboran
Drill bit tertahan serpihan sedimen pengeboran
 
  
A. Jenis Drilling Fluid / Mud / Lumpur
      Lumpur pengeboran atau drilling fluid atau mud merupakan faktor penting dalam pengeboran. Lumpur pengeboran awalnya hanya berfungsi sebagai pembawa serpihan atau cutting seperti yang disampaikan di atas. Ada beberapa fungsi lain yaitu:

a. Mengontrol tekanan formasi
b. Melumasi dan mendinginkan drill bit dan drill string
c. Memberi lapisan pada dinding sumur dengan mud cake
d. Menahan cutting pada saat sirkulasi dihentikan
e. Mengurangi sebagian berat dari rangkaian pipa bor (Bouyancy effect) 
f.  Melepas cutting dan pasir di permukaan
g. Sebagai media logging

      Lumpur yang digunakan tentu saja bukan lumpur yang biasa kita temukan sehari-hari. Namun lumpur khusus yang dibuat dengan adonan tertentu. Ada beberapa jenis lumpur pengeboran yang biasa digunakan, antara lain:

1. Water based mud (WBM)
   Lumpur yang paling banyak digunakan dalam pengeboran adalah jenis ini. Berbahan dasar air tawar atau air asin, tanah liat (clay), dan tambahan bahan kimia lainnya. Tanah liat dan bahan kimia ditambahkan untuk membentuk larutan homogen seperti susu coklat. Clay yang umum digunakan adalah bentonite, atau sering disebut "gel". Gel ini berperan dalam karakteristik WBM secara keseluruhan. Misalnya ketika lumpur ini dipompa masuk ke dalam sumur bor, maka lumpur ini bisa membentuk lapisan tipis dan mengalir lancar seperti susu coklat. Dan bila pompa lumpur mati, maka akan terbentuk struktur jelly yang akan menahan aliran. Bila pompa lumpur kembali beroperasi, dan tekanan aliran akan "menghancurkan" jelly tersebut, selanjutnya lumpur akan mengalir seperti semula. Beberapa bahan kimia seperti potassium formate ditambahkan ke dalam WBM untuk mendapatkan variasi manfaat seperti mengendalikan viskositas, menstabilkan shale, meningkatkan penetrasi pengeboran, mendinginkan dan melumasi peralatan bor.

2. Oil based mud (OBM)
   Bila WBM menggunakan bahan dasar air, OBM menggunakan bahan dasar berupa hasil pengolahan minyak mentah misalnya bahan bakar diesel. OBM digunakan dengan banyak maksud misalnya meningkatkan pelumasan, meningkatkan hambatan shale, dan kemampuan membersihakn dengan viskositas yang rendah. OBM juga mampu menahan panas yang lebih besar. Menggunakan OBM memerlukan perhatian khusus seperti biaya, dampak lingkungan terutama mengenai pembuangan serpihan pengeboran yang tercampur minyak. Belum lagi OBM akan menyulitkan para geologist untuk menganalisa sampel formasi dari dalam sumur karena sampel juga sudah lembab karena OBM.

3. Low Toxicity Oil Based Mud (LT-OBM)
    Disebut juga Synthetic Based Fluid yang menggunakan bahan dasar minyak sintetis. Jenis ini sering digunakan di pengeboran lepas pantai. LT OBM juga memiliki karakteristik OBM namun dengan kadar toksin yang lebih rendah. Ini penting mengingat potensi bahaya bila manusia bekerja terpapar bahan beracun dalam area kerja terbatas.

    Ada 2 (dua ) hal penting dalam menentukan komposisi lumpur pengeboran, yaitu:
1. Semakin encer dan ringan lumpur, maka laju penetrasi pengeboran akan semakin besar.
2. Semakin berat dan kental lumpur pengeboran, maka semakin mudah untuk mengontrol kondisi di bawah permukaan.


B. Peralatan Persiapan
     Tempat persiapan atau preparation area adalah tempat dimana segala sesuatu seperti bahan, tempat pengadukan, tempat treatment untuk mengolah lumpur. Biasanya area ini berada dekat pompa lumpur. Peralatan persiapan ini misalnya mud house, steel mud pits/tanks, mixing hopper, chemical mixing barrel, water tanks, dan reserve pits.

1. Mud House
     Disebut juga rumah lumpur yang berfungsi untuk menyimpan semua bahan-bahan peracik lumpur.

2. Steel Mud Pits/Tanks
     Berupa kotak baja segi empat yang dipakai untuk menampung dan mengatur drilling liquid setelah keluar dari sumur bor. Adapula yang disebut shaker pit atau tangki pengendap atau settling tank yang berupa tangki besi, diletakkan di bawah shaker sehingga serpihan sedimen atau serbuk bor berukuran kecil yang belum terbuang akan mengendap di sini.


Mud Tank
Mud Tank

3. Mixing Hopper
    Peralatan ini berbentuk corong yang dipakai untuk menambahkan bahan lumpur berbentuk tepung ke dalam drilling liquid pada waktu lumpur di treatment di dalam tanki lumpur. Jenis yang banyak digunakan adalah hopper jet yang bekerja berdasarkan prinsip tekanan ruang hampa.


Jet Mixing Hopper
Jet Mixing Hopper


4. Chemical Mixing Barrel
    Tong yang berisi cairan-cairan kimia yang akan dicampurkan dengan lumpur pengeboran pada saat treatment.



Chemical Mixing Barrel
Chemical Mixing Barrel


5. Water Tank
    Bejana berisi air yang digunakan sebagai bahan dasar drilling liquid sekaligus sebagai cadangan air untuk kegiatan operasional pengeboran.



Water Tank
Water Tank


6. Bulk Mud Storage Bins
   Bejana tempat penyimpanan yang berbentuk corong. Tangki ini digunakan untuk menyimpan bahan-bahan tambahan seperti bentonite dan bahan pemberat (barite).




Bulk Mud Storage Bin
Bulk Mud Storage Bin


C. Sirkulasi dan Peralatannya 
    
     Drilling fluid memiliki sirkulasi tertutup yang mengalirkan lumpur dari mud tank menuju sistem pengeboran dan dipompa naik lagi menuju penampungan. Sistem sirkulasi ini juga dilengkapi peralatan untuk mendaur ulang lumpur hingga dapat digunakan kembali lebih dari satu sirkulasi. Berikut akan dijelaskan alur sirkulasinya beserta perlengkapan pendukungnya.




Drilling Fluid Circulation System
Drilling Fluid Circulation System


       Dari gambar di atas terlihat arah panah yang menunjukkan arah sirkulasi lumpur selama proses pengeboran berlangsung. Lumpur di dalam mud pit akan dipompa keluar melalui mud section line dan masih dialirkan ke discharge pipe. Dari sini, lumpur akan naik ke stand pipe yang ada di derrick berlanjut mengalir melalui rotary hose dan masuk ke drilling string/pipe melalui swivel. Lumpur akan terus turun di dalam drilling string/pipe hingga disemburkan oleh nozzle di dalam drill bit. Ingat, tekanan lumpur ini bisa mencapai 5000 psi. Tekanan besar ini akan mendorong serpihan sedimen yang telah di bor kembali naik ke permukaan. Lumpur ini naik membawa banyak material yang dipisahkan dulu antara lumpur dan material besar oleh shale shaker. Dan proses selanjutnya, lumpur akan di treatment oleh degasser, desander, desilter, dan mud cleaner. Lumpur juga akan dikontrol volume, viskositas, dan densitasnya. Mud Engineer mengambil peran untuk tugas ini.

      Peralatan-peralatan utama yang digunakan dalam proses sirkulasi drilling fluid antara lain:
1. Mud Pump
    Pompa lumpur dapat diibaratkan sebagai jantungnya sistem sirkulasi ini. Tugasnya adalah untuk memindahkan lumpur pengeboran dengan volume dan tekanan yang besar. Ada dua jenis pompa lumpur yaitu duplex dan triplex.


Mud Pump
Mud Pump
 


2. Suction Tank
    Merupakan penampung lumpur yang akan disirkulasikan ke dalam sistem. Tangki ini biasanya ditempatkan di depan pompa lumpur.


Suction Tank
Suction Tank


3. Suction Line
    Pipa yang menghubungkan suction tank dengan pompa lumpur. Pipa ini menyalurkan lumpur di dalam tangki menuju pompa dan pipa ini wajib dipasang dengan kelurusan yang baik.


4. Discharge Line
    Pompa yang digunakan untuk menyalurkan lumpur keluar dari pompa.

5. Stand pipe
    Pipa baja yang dipasang tegak di samping derrick (baca: INILAH PROSES PENGEBORAN MINYAK DAN GAS BUMI!) atau mast untuk menghubungkan discharged line dengan rotary hose dan goose neck disambung pada stand pipe ini.

6. Rotary Hose
    Selang karet bertulang anyaman baja yang lemas dan sangat kuat, yang menghubungkan stand pipe dengan swivel. Selang ini harus elastis untuk mengakomodasi gerakan swivel yang naik-turun. Dan juga harus sangat kuat karena di dalamnya mengalir fluida dengan volume dan tekanan yang besar (mencapai 5000 psi).


Rotary Hose
Rotary Hose

7. Chiksen Joint
    Sambungan yang digunakan untuk menghubungkan stand pipe dengan rotary hose. Alat ini sanggup menahan tekanan lebih dari 5000 psi dan tidak akan terlepas.



Chiksen Joint
Chiksen Joint


8. Return Line
    Pipa yang digunakan untuk menyalurkan lumpur pengeboran yang keluar dari annulus. Pipa ini terhubung ke mud treatment system.

      Lumpur yang naik dari sumur bor akan membawa serpihan-serpihan sedimen batuan dan bisa juga membawa campuran gas yang terikat dalam lumpur. Lumpur ini akan di-treatment atau dikondisikan agar kembali ke karakterisktik semula sehingga dapat disirkulasikan lagi. Dalam proses treatment ini, terdapat peralatan yang membantu seperti:

1. Shale Shaker
    Berupa ayakan mekanis dan bekerja dengan digetarkan. Tugas alat ini adalah untuk memisahkan padatan yang dibawa lumpur keluar dari sumur bor. Padatan dari serpih-serpih sedimen tersebut akan dianalisa oleh para geologist untuk menentukan lapisan formasi yang sudah ditembus.

 
Shale Shaker
Shale Shaker

    
2. Degasser
    Sesuai dengan namanya, alat ini bertugas untuk memisahkan gas dari dalam lumpur yang keluar dari sumur bor. Alat ini diletakkan di atas tangki lumpur dan terus dinyalaka bila pengeboran sudah menembus zona yang mengandung banyak gas.


Vacuum Degasser
Vacuum Degasser

3. Desander
    Dibentuk dari kata dasar "sand" yang berarti pasir, maka alat ini bertugas untuk memisahkan material berukuran 30-60 mikron yang terbawa oleh lumpur pengeboran.


Desander
Desander

4. Desilter
    Alat ini bertugas seperti desander namun yang dipisahkan adalah material berukuran 15-30 mikron yang ikut tersirkulasi bersama lumpur. Saat penambahan material barite, alat ini harus dimatikan terlebih dahulu agar barite tidak ikut tersaring.


Desilter
Desilter
5. Mud Cleaner 
    Alat yang digunakan untuk memisahkan material dengan ukuran lebih besar dari 74 mikron yang ikut terbawa lumpur.


Mud Cleaner
Mud Cleaner


         Hanya secara singkat topik ini dijelaskan, mungkin ada yang terlewat, mungkin ada yang salah. Semoga dari yang ada ini bisa memberi manfaat. :)

Related Article:

INILAH PROSES PENGEBORAN MINYAK DAN GAS BUMI!

BUKAN CUMA BANGUNAN YANG DISEMEN, SUMUR MINYAK JUGA DISEMEN!

WOW, SEPULUH KILANG MINYAK TERBESAR DI DUNIA!